0






Ajaran agama yahudi, kristen mengartikan kebangkitan adalah pemikiran tentang kehidupan kedua setelah kematian dari seluruh makhluk. Tertulis dalam Yohanes 11:25, Yesus Kristus berkata: Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-ku, ia akan hidup walau sudah mati.

Dalam kitab umat Kristiani (Alkitab), kebangkitan jelas terlihat dari karya Yesus Kristus. Ketika perjalanan karya Yesus Kristus dimulai, Dia mengalami banyak perlawanan dan tantangan mulai dari penolakan pengajaran firman Allah, dicemohkan, disiksa, disalibkan dan akhirnya wafat di kayu salib oleh kaumnya sendiri. Ia rela menderita menanggung beban berat, yaitu mengorbankan diri-Nya demi menebus dosa-dosa manusia. Namun akhirnya Yesus Kristus bangkit pada hari ketiga. Hal ini menunjukkan kemenangan-Nya, karena ia tidak memilih berhenti ditengah penderitaannya tapi memilih tuk bangkit membuktikan cinta dan kasih-Nya terhadap manusia dan kepatuhannya kepada Bapa-Nya. Dalam hal ini Yesus Kristus memilih tidak mengutamakan kepentingan diri-Nya sendiri melainkan mengutamakan kepentingan bersama (umat manusia).


Seperti halnya Yesus, sejak lahir setiap manusia telah dihadapkan pada dua pilihan, yaitu antara bertahan dan pasrah pada keadaan atau bangkit dan membuat perubahan. Dalam situasi yang cukup rumit, jalan kebangkitan tidak pernah mudah. Jalan ini membutuhkan mental dan semangat yang kuat. Meneladani penderitaan Yesus Kristus, umat manusia sudah sepatutnya menyalibkan ego dan keangkuhan agar mendapatkan kemenangan sejati.

Bagaimana dengan kebangkitan bangsa Papua?

Jika saya melihat dari semua aspek, Papua menjadi salah satu daerah yang tertinggal bahkan terdapat kampung-kampung yang terisolasi. Hal ini membuktikan adanya ketidakpemerataan pembangunan di segala aspek.

Di dalam aspek sosial, OAP modern kurang menumbuhkan rasa saling menguatkan, mendukung, mengukuhkan dan saling menghidupi. Kebiasaan gontong-royong, bela rasa dan kebersamaan yang telah ditanamkan nenek moyang dahulu telah hilang. Hal ini nampak skali ketika ada keluarga yang mempunyai penghasilan baik maka akan timbul rasa iri dan ingin menjatuhkan dari keluarga lain. Keegoan dan saling menjatuhkan yang ada dalam diri tiap OAP. Mereka saling menganggap orang lain tidak boleh jauh lebih baik dari dirinya. Anggapan ini yang mematikan semangat juang untuk bangkit dari ketertinggalan OAP itu sendiri. Maka dari itu, perlu adanya pembaharuan karakter dan mentalitas setiap individu masyarakat papua.

Dari segi hukum, penegak hukum belum maksimal menjalankan tugasnya. Masih banyak birokrat daerah yang korupsi namun tidak dihukum sesuai perda. Malah mereka dengan bangga mengambil uang milik rakyat untuk kepentingannya. Masalah korupsi kini menjadi hal yang biasa bagi mereka. Hal ini disebabkan karena ketidakseriusan para penegak hukum dalam menegakkan hukum terutama untuk para birokrat daerah. Jika penegak hukum mampu membersihkan para aparat hukum yang semena-mena melanggar perda maka saya jamin kehidupan masyarakat Papua akan damai dan sejahtera.

Bidang yang tidak kalah penting lagi ialah bidang ekonomi, masyarakat papua pada umumnya masih bergantung pada alam. Mulai dari makan, minum dan aktivitas rumah tangga semua bergantung pada alam. Mereka mengelolah alam dan memproduksi sesutau yang bisa dimakan, minum dan pakai. Namun saat barang-barang yang serba instan masuk ke papua, OAP mulai meninggalkan tradisi mengelolah dan memproduksi barang dan berahli dengan yang serba instan. Jika perlu sesuatu tinggal beli di tokoh atau di mana saja. Akhirnya, menghasilkan masyarakat Papua yang tidak mandiri dan tidak produktif.

Ketidakmerataan ekonomi di wilayah Papua yang menjual harga barang dengan nilai jual tinggi juga membuat masyarakat sengsara. Padahal pemerataan ekonomi ini menjadi suatu tarikan nafas bersama pertumbuhan untuk meraih kebangkitan. Oleh karena itu, orang asli Papua harus mencintai tradisi mengelolah dan menghasilkan sesuatu sendiri dalam artian, mandiri.

Segi pendidikan juga menjadi prioritas utama dalam memajukan sumber daya manusia Papua. Pembangunan pendidikan sangatlah minim di Papua. Banyak bangunan sekolahan yang sudah rusak dan kurang adanya tenaga guru yang mengajar. Terbatasnya buku-buku yang menunjang proses belajar mengajar juga menjadi salah satu faktornya. Akibatnya anak-anak yang ingin belajar jadi tidak ingin belajar lalu bergabung dengan komunitas yang berperilaku negatif. Akhirnya kriminalitas anak-anak dan remaja terjadi. Faktor-faktor tersebut disebabkan karena kurang adanya sarana-prasarana yang memadai. Di samping itu, juga kurang adanya perhatian dari pemerintah daerah terhadap pendidikan di papua terutama di daerah-daerah terpencil. Padahal pendidikan ini sangat menunjang kebangkitan papua untuk memajukan kecerdasan IQ, EQ dan SQ.

Berdasarkan beberapa aspek diatas dijelaskan bahwa masyarakat Papua belum siap untuk bangkit. Masih banyak kekurangan yang harus dibenahi agar Papua bisa bangkit dari ketertinggalan dengan daerah-daerah lain. Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama yang baik antara masyarakat Papua dan pemerintah. Jika pemerintah menjalankan fungsi kerjanya dengan mengedepankan kepentingan umum dibandingkan kepentingan diri sendiri (ego) seperti yang dilakukan oleh Yesus. Maka saya yakin kehidupan masyarakat di Papua akan makmur, damai dan sejahtera.

Posting Komentar

 
Top